koleksi

Minggu, 13 November 2011

PKN

PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAAN SISTEM KEDAULATAN
RAKYAT (DEMOKRASI) MELALUI PEMILU DALAM NKRI
(WAWASAN FILOSOFIS-IDEOLOGIS DAN KONSTITUSIONAL) *

                                                                                       Motto : Politics is power,
                                                                                                       the true power
                                                                                                                  is moral
                                                                                                          (MNS, 1966)

I.   Latar Belakang dan Dasar Pemikiran

Tiap bangsa berbudaya dan beradab menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan suatu sistem filsafat, dan atau sistem ideologi; yang terjabar dan ditegakkan dalam UUD (konstitusi) negara.
Bagaimana identitas dan integritas sistem kenegaraannya itu, memancarkan ajaran dan nilai fundamental sistem filsafat dan atau sistem ideologi negaranya. Identitas, integritas dan keunggulan sistem filsafat dan atau ideologi --- selanjutnya kita namakan ideologi negara --- terpancar dari asas bagaimana bangsa itu menghargai kedudukan, potensi dan martabat manusia sebagai subyek di dalam negara.
Bagaimana manusia mengerti dan menghargai martabat manusia, khasanah ilmu pengetahuan mengajarkan filsafat manusia dan filsafat hak asasi manusia (HAM). Budaya dan kepustakaan modern terutama mengajarkan beberapa sistem filsafat yang membahas ajaran tentang hak asasi manusia --- selanjutnya kita sebut HAM --- ialah ajaran teori hukum alam (Natural Law Theory, atau filsafat hukum alam) sebagai dianut negara-negara Barat modern.
Juga dari dunia Barat lahir ajaran filsafat idealisme murni dari tokoh filosof George Wilhelm Hegel (1770-1831) dengan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme) --- yang kemudian dijiplak oleh Karl Marx (1818-1883) menjadi teori kedaulatan negara, etatisme --- sebagai dianut negara-negara komunis. 
Bagi bangsa Indonesia, kita bersyukur menegakkan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila (dasar negara Pancasila, sebagai ideologi negara) sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
Tantangan bagi bangsa Indonesia, mampukah menegakkan ajaran Pancasila, mulai HAM berdasarkan filsafat Pancasila, demokrasi (berdasarkan Pancasila) dan sosial ekonomi berdasarkan Pancasila dalam globalisasi-liberalisasi dan postmoderenisme yang makin dikendalikan oleh politik supremasi neoimperialisme !  

II.  Dasar-dasar Ajaran Filsafat tentang HAM dan Teori Negara
Sesungguhnya teori negara fokus kepada apa dan bagaimana kekuasaan (kedaulatan) di dalam negara ditegakkan. Bagaimana hakekat kekuasaan atau kedaulatan di dalam negara, ditentukan oleh ajaran filsafat bagaimana kedudukan, potensi dan martabat manusia di dalam kehidupan manusia --- dalam alam, dalam masyarakat dan dalam negara ---. Berkembanglah ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Kemudian, berdasarkan pandangan tentang HAM ini dikembangkan teori negara yang berpusat kepada teori kedaulatan.


*) = Makalah disajikan dalam dialog Forum Komunikasi Eksekutif Mahasiswa FH Se Jawa Timur, 10 Juni 2008 di Kampus Universitas Brawijaya Malang
Kepustakaan filsafat hukum dan teori negara mengakui adanya teori kedaulatan secara filosofis-ideologis tentang teori negara termasuk teori kekuasaan (teori kedaulatan) yang menjadi dasar teori kenegaraan, meliputi : Faham theokratisme : klassik dan modern; ajaran kedaulatan raja; faham teori perjanjian, disebut teori kedaulatan rakyat atau teori hukum alam; faham kedaulatan negara; dan teori kedaulatan hukum (reine Rechtslehre). (MNS, 2007 : 123-125).
Thema pembahasan kita secara ringkas bagaimana kewajiban bangsa melaksanakan pendidikan dan pembudayaan asas kedaulatan rakyat (demokrasi) dalam NKRI berdasarkan wawasan filosofis-ideologis dan konstitusional). Artinya, bangsa Indonesia berkewajiban menegakkan sistem kedaulatan rakyat atau demokrasi --- termasuk melalui pemilu --- berdasarkan budaya, filsafat, ideologi dan moral dasar negara Indonesia. Karena itulah, pra-reformasi kita mempraktekkan demokrasi (berdasarkan) Pancasila. (dalam era reformasi, kita mempraktekkan budaya demokrasi liberal).                  
  1. Ajaran HAM dan Demokrasi di Dunia Modern
Filsafat hukum melalui berbagai tokoh filsafat, mulai Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), juga Baron Charles Louis de Montesquieu (1689-1755), Immanuel Kant (1724-1804); sampai tokoh Adam Smith (1723-1790) sebagai pelopor ideologi Kapitalisme-Liberalisme. (Bodenheimer 1962 : 39-69) mengajarkan mulai pokok-pokok ajaran HAM sampai teori negara; termasuk teori demokrasi. John Locke, Immanuel Kant dan Montesquieu secara terpisah melahirkan teori kenegaraan tentang bagaimana perlunya separation of power (antara : eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang kemudian terkenal dengan nama Trias Politica.
Ajaran HAM mereka dianggap sebagai filsafat teori hukum alam yang mengakui bahwa hak-hak fundamental dan kodrati manusia berupa hak hidup, kemerdekaan dan hak milik (Life, Liberty, Property) adalah anugerah alam bagi manusia sebagai individu. Teori ini melahirkan teori demokrasi dalam makna kedaulatan di dalam negara berasal dari para individu warganegara. Mereka melalui demokrasi (memilih dan dipilih) menetapkan pemimpin sebagai pengelola pemerintahan negara.
Teori mereka juga menjadi landasan negara demokrasi dan negara hukum. Pada prinsipnya ajaran teori hukum alam inilah yang dianut negara-negara Barat modern, dan dikenal sebagai pelopor ideologi kapitalisme-liberalisme. Mereka menegakkan sistem demokrasi liberal dan ekonomi liberal sebagai implementasi asas HAM yang mengakui potensi dan martabat individualitas manusia. Karenanya, ajaran ini ada yang menamakan sebagai faham individualisme dan kapitalisme (materialisme) --- yang menguasai berbagai negara Asia dan Afrika sebagai kolonialisme-imperialisme abad XVI-XXI sekarang (USA dan Sekutunya!)         
Juga adanya ajaran HAM berdasarkan teori Hegel (1770-1831) yang melahirkan ajaran teori kedaulatan Tuhan (theocratisme). Menurut Hegel, HAM adalah bukan untuk manusia sebagai individu, melainkan manusia sebagai kolektif (kolektivitas, masyarakat, negara). Karenanya, kekuasaan atau kedaulatan di dalam negara dipercayakan kepada manusia sebagai kolektivitas (incasu : negara; jadi dinamakan kedaulatan negara). Teori Hegel mengajarkan bahwa kedaulatan negara ditegakkan atas nama kedaulatan Tuhan.
Kemudian, teori Hegel yang theokratis diatas, dijiplak oleh Karl Marx (1818-1883) menjadi teori kedaulatan negara sebagaimana yang dikembangkan oleh ajaran Marxisme-komunisme-atheisme.   
Jadi, berkembanglah teori kedaulatan rakyat (demokrasi), teori kedaulatan negara (etatisme), dan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme)


B.  Politik Supremasi Antar Ideologi Modern
Fenomena dunia modern nampak dalam dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang bermuara politik supremasi antar ideologi --- setelah berakhirnya perang dingin 1950-1990 --- maka USA tampil sebagai negara adidaya tunggal, tiada tanding sebagai supra-neoimperialisme.
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme, kami lukiskan dalam skema 1 (terlampir) 
Skema ini melukiskan adanya perebutan supremasi ideologi ini dapat mengancam integritas nasional NKRI khususnya, dan berbagai negara di Asia umumnya. Khusus dalam NKRI kita lalai, tidak mewaspadai adanya gerakan yang aktif dan sistematis, secara strategis menggerogoti NKRI baik oleh neoliberalisme-neoimperialisme sinergis dengan gerakan neo PKI (KGB) yang makin menggoda dan melanda khususnya NKRI !. 

III     Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI
Ajaran filsafat Pancasila baik sebagai filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist), maupun sebagai dasar negara (filsafat negara, ideologi negara, ideologi nasional) berfungsi sebagai jiwa bangsa dan jati diri nasional. Secara kenegaraan (konstitusional ) nilai Pancasila adalah asas kerohanian bangsa, dan jiwa UUD negara --- in casu UUD Proklamasi 1945, bukan UUD 2002 / Amandemen ---. Karena, UUD amandemen mengalami distorsi filosofis-ideologis --- sehingga melahirkan berbagai kontroversial bahkan degradasi nasional dan degradasi mental dan moral !---. Silahkan, kita mawas diri dengan merenungkan bagaimana integritas nasional dalam tantangan konflik horisontal, praktek negara federal; juga praktek oligarchy, plutocracy, dan anarchisme!  

A.  Ajaran Sistem Filsafat Pancasila tentang HAM
         Filsafat Pancasila memberikan kedudukan tinggi dan mulia atas potensi dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious:
1.   Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I) yang menganugerahkan dan mengamanatkan potensi kepribadian jasmani-rohani sebagai martabat (luhur) kemanusiaan.
b.   Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat (luhur) manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan dari sistem filsafat Timur, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.

B.  Sistem Kenegaraan RI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila
         Dalam perbendaharaan ilmu pengetahuan filsafat, ideologi, politik, dan hukum, kita mengetahui adanya berbagai sistem filsafat yang melahirkan berbagai sistem kenegaraan, seperti : theokratisme, kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunisme-atheisme; zionisme, naziisme, fundamentalisme; dan Pancasila terus berkembang dalam budaya dan peradaban dunia modern.
        Berdasarkan ajaran filsafat Pancasila, terutama tentang kedudukan dan martabat kepribadian manusia, maka oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah  mufakat ditetapkan dan disahkan sistem kenegaraan Indonesia merdeka, sebagai terumus dalam UUD Proklamasi 1945 seutuhnya.   Karenanya, NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45 dapat kita namakan dengan predikat: sebagai sistem kenegaraan Pancasila, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 1945 --- untuk dibandingkan dan dibedakan dengan UUD 45 amandemen, dan atau UUD RI 2002 ---.
         Memahami sistem kenegaraan Pancasila seutuhnya, akan signifikan melalui memahami sejarah Proklamasi dan UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Di dalam Pembukaan UUD negara kita, tentang kedaulatan rakyat, terlukis dalam kutipan berikut:
“......susunan negara Republuk Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Sesungguhnya, rumusan kedaulatan rakyat dalam Pembukaan UUD ini bermakna sebagai asas demokrasi (berdasarkan) Pancasila --- atau sistem demokrasi Pancasila ---. Tegasnya, bukan demokrasi liberal, sebagai mana yang dipraktekkan dalam era reformasi.
Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia. 
Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori oleh Kebangkitan Nasional dan the founding fathers (pendiri negara : PPKI) mengamanatkan bagaimana bangsa Indonesia menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD Proklamasi. Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). 
Untuk lebih memahami asas fundamental ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila --- yang melahirkan NKRI sebagai negara demokrasi dan negara hukum ---, hayati uraian ringkas berikut :
Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia. 
Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori oleh Kebangkitan Nasional dan the founding fathers (pendiri negara : PPKI) mengamanatkan bagaimana bangsa Indonesia menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD Proklamasi. Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). 
Untuk lebih memahami asas fundamental ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila --- yang melahirkan NKRI sebagai negara demokrasi dan negara hukum ---, hayati uraian ringkas berikut :

IV.   Praktek dan Budaya Neoliberalisme Menggoda dan Melanda Dunia
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan nasional, sampai degradasi mental dan moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era reformasi.   
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia masih terhimpit dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan UUD 45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa .... “ dapat terlaksana.
Demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara langsung memilih pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk mewujudkan harapan rakyat ... !
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (konsep : RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak mampu menjangkau.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi bangsa !
Khusus demokrasi liberal dalam praktek Pemilu langsung, misalnya mohon dihayati uraian ringkas berikut :  

1.   Pilkada
Pilkada sebagai praktek demokrasi liberal, juga menghasilkan otoda dalam budaya politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost juga mahal, dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu  (demokrasi palsu). Bagaimana tidak semu ; bila peserta pilkada 3 – 5 paket calon; terpilih dengan jumlah suara sekitar 40%, 35%, 25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini dianggap terpilih sebagai mayoritas. Padahal norma mayoritas di dunia umumnya dengan jumlah 51% !
Sebaliknya, bila diadakan putaran kedua, akan sangat mahal !. Inilah demokrasi liberal yang lebih liberal dari yang berlaku di negara asalnya
2.   Kehidupan multi partai
Sudah amat banyak partai politik supaya rakyat rukun bersatu, masih terjadi konflik internal. Bila parpol kita hargai sebagai upaya persatuan dan kesatuan warga masyarakat; atas nama demokrasi dan HAM kita juga menghargai hak individu atas nama golongan independen untuk tampil dalam pemilu ?
3.  Praktek Otoda yang cenderung mengejar peningkatan PAD, namun bukan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan lebih untuk kepentingan elite dan pejabat. Praktek otoda cenderung menjadi budaya negara federal, mungkin lebih federal dari sistem di Negara aselinya. Perhatikan syarat calon : putera daerah aseli, PNS lokal sulit pindah antar kabupaten/kota.
4.  Kontroversial didaerah bersumber dari kontroversial konstitusional dipusat negara; seperti : bagaimana DPR x DPD; MA x KY; ....
5. Kita terus menikmati euforia reformasi yang memberikan kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, mungkin termasuk kebebasan menikmati rezeki yang lebih (yang seharusnya milik rakyat). Kita menjadi lupa untuk mendidikkan dan membudayakan nilai dasar negara Pancasila supaya generasi penerus mampu tetap menegakkan sistem kenegaraan Pancasila.   
6. Skema 1 mohon dihayati adanya tantangan yang mengancam integritas nasional dan integritas mental-moral Keberagamaan rakyat dan bangsa kita.... yang tergoda dan terlanda dengan budaya sekularisme dan atheisme (yang diperjuangkan oleh neoimperialisme dan neokomunisme!)

Demikian untuk kita renungkan sebagai bagian dari audit nasional atas 10 th kepemimpinan elite reformasi dan bangsa kita berjalan diatas jalan kebebasan atas nama demokrasi dan HAM.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa mengayomi bangsa dan NKRI sebagai bangsa yang ber-Pancasila seutuhnya. Amien.


Malang, 10 Juni 2008
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
                                                                        Ketua



                                                                        Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH









































Kepustakaan
Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan pustaka firdaus).
Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.
_________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Bodenheimer,Edgar, 1962: Jurisprudence The Philosophy and Methods of the law, Massachussetts, Harvard University Press.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, US Departement of Education.   
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd.   
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003)
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.

LAMPIRAN
INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
*) =      UUD 45 Amandemen = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)                                    (MNS, 2007)
+ =       UU No. 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi): terutama Pasal 107a  – 107f.
            Sebagai jabaran UUD 45 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (karenanya dapat ditegakkan sebagaimana mestinya).
skema 1

HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)


 
























            (MNS, 2000: 85 – 98)
skema 2
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL)

 
(MNS, 1983 – 1993; 2003)   

skema 3

Catatan:
Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia, pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia. Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta. dan Maha Berdaulat Jadi, kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56). 


























































Konsep Simpan


II. TEORI NEGARA DAN TEORI KEDAULATAN
      
Ajaran filsafat tentang hakekat manusia, melahirkan teori negara. Teori negara fokus tentang teori kedaulatan; yakni analisa subyek yang berdaulat di dalam negara. Salah satu dari teori kedaulatan --- dalam teori negara --- ialah teori kedaulatan rakyat; yang terkenal dalam istilah demokrasi sinergis.

Secara ringkas, dalam sistem filsafat ada beberapa teori (ajaran) tentang hakekat manusia. Dalam hubungan sub-thema ini, aliran atau sistem filsafat dimaksud meliputi: 1. Ajaran filsafat hukum alam mengakui potensi individu manusia sebagai makhluk alam yang menerima anugerah alam berupa: hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memiliki (life, liberty, and property).  Ajaran ini melahirkan ideologi kapitalisme–liberalisme yang menghargai individualitas manusia, kebebasan/kemerdekaan dan hak pemilikan atas apa yang dikembangkanya dari alam (modal, kapital, kapitalisme). Hak individu dihargai sebagai wujud pribadi merdeka untuk berkembang dalam masyarakat dan negara.
           


A.     Ajaran Ideologi Kapitalisme-Liberalisme
Ideologi ini bersumber dari ajaran filsafat hukum alam, atau dikenal dengan nama Natural Law Theory. Ajaran kapitalisme-liberalisme dikembangkan oleh tokoh pemikirnya, Adam Smith (1723 – 1790). Dia adalah tokoh amat berpengaruh dalam politik ekonomi Barat, yang semula lebih terkenal sebagai ahli filsafat moral, sebagai terbukti dari karyanya: The Theory of Moral Sintements (1759) yang sinergis dengan  psikologi moral.
Kemudian Adam Smith lebih terkenal dengan karyanya: The Wealth of Nations (1776) yang mengajarkan bahwa setiap bangsa memiliki dan mewarisi kekayaan nasional, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun nilai-nilai budaya.

B.     Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia
            Ajaran HAM mengakui potensi, kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), sebagai martabat (pribadi, individu) manusia yang secara kodrati menjadi identitas dan integritas kemanusiaannya. Berdasarkan asas-asas fundamental ini, maka manusia, berkewajiban menghargai dan menjamin HAM sebagai penghormatan atas martabat kepribadian manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum; bahkan dalam budaya dan peradaban secara universal.
            Secara universal diakui kedudukan dan martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: “... these values be democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human dignity as a supervalue . . .” (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant menyatakan: “...that humanity should always be respected as an end itself (Mc Coubrey & White 1996: 84)
            Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 - 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist --yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional--. Demikian pula di Perancis dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nation state)". (Bodenheimer 1962: 71-72)  
            Demikianlah budaya dan peradaban modern mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: “. . . fundamental rights and freedom as highest value as legal.” (Bodenheimer 1962: 149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: “. . . respect to central human values . . .” (1996: 22; 37). 
            Berdasarkan berbagai pandangan filosofis di atas, wajarlah kita bangga dengan filsafat Pancasila yang mengakui asas keseimbangan HAM dan KAM, sekaligus mengakui kepribadian manusia sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral. Ajaran filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa sesungguhnya adalah perwujudan jiwa dan kepribadian (manusia) bangsa Indonesia, sebagai jatidiri nasional.  
            Secara normatif filosofis ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengakui kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal.
Sebagai  integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE 1994: 24-25; 53-55, terutama: "Declaration of independence, Human Rights, E Pluribus Unum, the  American political system, market economy and federalism."
NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45 memiliki integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional: asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral politik yang bermartabat. Asas ini hanya akan tegak oleh dan untuk SDM yang bermartabat.




            Kekayaan nasional berkembang atau menyusut; sebagai proses alamiah yang ditentukan oleh potensi dan kebutuhan warga bangsanya. Bila bangsa itu berkembang dan mampu mengembangkan sumber daya alam dengan menguasai komuditas ekonomi, bangsa itu akan berjaya. Karyanya ini menjadi “landasan dan kitab suci” kaum penganut kapitalisme-liberalisme. Pemikiran Smith dapat juga kita pahami melalui pokok pikiran berikut:   
“Smith percaya bahwa kesejahteraan umum akan terwujud dan terlayani dengan baik berkat adanya kebebasan individu mengusahakan kepentingannya sendiri. Kepentingan individu adalah motivasi untuk mencapai dan melakukan tindakan ekonomi setiap individu senatiasa mengupayakan apa yang terbaik (menguntungkan) bagi dirinya sesuai dengan modal yang dia kuasai (miliki ................................) 
Intending only his own gain, he contributes nonetheless to the general welfare. Thus, the capitalist is “led by an invisible hand to promote an end which was no part of his intention.”
(Edwards 1972, vol. 7 – 8: 461 – 463)

Ajaran kapitalisme-liberalisme menjadi budaya dan peradaban Barat; bahkan sebagai sistem nilai dan budaya (moral) politik Eropa dan Amerika modern. Artinya, kapitalisme-liberalisme menjadi identitas ideologi negara-negara Barat. Dapat juga diartikan bahwa paham individualisme dan liberalisme tegak dalam ajaran HAM berdasarkan teori hukum alam, sebagai dianut kapitalisme-liberalisme dalam politik dan ekonomi. Makin berkembang dengan asas moral sekularisme, pragmatisme dan behaviorisme; karenanya budaya politik mereka bersifat individualisme-kapitalisme (= materialisme) dengan memuja kebebasan (= liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM!
Identitas atau watak individualisme-materialisme berdasarkan liberalisme melahirkan budaya free fight liberalism; yang berpuncak dengan penguasaan kekayaan alam (dan manusia)......... yang dikenal sebagai kolonialisme-imperialisme. Sampai memasuki abad XXI budaya demikian terus memuncak dengan gerakan globalisasi-liberalisasi dalam dinamika postmodernisme......yang sesungguhnya adalah ultra dan neo-imperialisme. Amerika Serikat dan Unie Eropa adalah sekutu untuk merebut supremasi politik dan ekonomi dunia masa depan (dunia modern dan beradab, bahkan PBB menyaksikan tak berdaya penindasan atas Afghanistan, Irak dan ....... masih mengancam Iran dan Korea Utara!) Inilah pembelaan kaum neo-imperialisme atas HAM --- yang HAMPA ! ---  
Renungkan dan hayati apa yang kita saksikan dalam sejarah modern abad XVI sampai abad XX; berlanjut dan berpuncak dalam abad XXI. Kita menyaksikan bagaimana organisasi dunia (UNO/PBB) juga sudah dibawah supremasi USA.









II.  AJARAN KARL MARX (1818 – 1883)

Karl Marx adalah tokoh sosialis revolusioner, ahli teori sosial dan ekonomi. Marx, adalah mahasiswa dari tokoh filsafat idealisme murni, Hegel yang melahirkan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme). Karl Marx kemudian menjiplak teori Hegel menjadi teori marxisme-komunisme-atheisme... yang melahirkan teori kedaulatan negara (etatisme).
Teori dialektika Hegel yang lebih bersifat ide (ideal, pemikiran) sebagai konsepsi dasar pengembangan budaya dan peradaban, sebagai proses perkembangan nilai-nilai ---yang berpuncak kepada nilai Yang Maha Sempurna, ialah Tuhan Yang Maha Esa---. Karenanya, teori Hegel bersifat theisme (theokratisme, religious). Oleh Karl Marx, teori dialektika ini dijiplak sebagai dialektika historis materialisme; bermakna bahwa seluruh wujud kehidupan umat manusia, termasuk makhluk lainnya hanya akan hidup berkat tersedianya materi (= prakondisi dan unsur bahan dasar kehidupan), seperti: tanah, air, dan makanan. Karenanya, terkenal teori hukum alam: bahwa hidup adalah perjuangan; dan hanya yang paling unggul yang mampu bertahan hidup (= life is struggle; survival of the fittest).
Teori dialektika Hegel dipraktekkan oleh Karl Marx sebagai asas dan pola: pertentangan kelas (dialektika). Teori ini berkembang, bahwa dalam masyarakat ada kelas penguasa dan penindas rakyat (warga negara, proletar). Kelas penguasa ini identitak dengan kaum kapitalis, kaum penjajah ---sekalipun komunisme juga membentuk pemerintahan diktatur, otoriter yang dikendalikan partai negara, partai komunis dalam negara itu---. Dengan strategi partai menguasai negara melalui revolusi, rakyat di dalam negara dibedakan: pendukung revolusi (= revolusioner, kaum komunis dan kader-kadernya); berhadapan dengan kaum penentang revolusi (= kontra-revolusi, reaksioner); mereka harus dimusnahkan!
Siapakah yang akan mereka musnahkan? Terutama, kaum feodal, ningrat, kaum modal (kapitalis), umat penganut agama yang berKetuhanan (theisme) yang dianggapnya menentang atheisme! Karenanya, telah terjadi proses revolusi dan penumpasan kaum atau rakyat non-komunis, bahkan juga terjadi pengikisan nilai-nilai budaya dan agama yang dianggap bertentangan dengan paham atau ajaran marxisme-komunisme-atheisme. Bila kondisi itu terjadi, negara dan masyarakat menjadi medan atau kancah revolusi, anarchisme..... yang bermuara sebagai tragedi nasional, tragedi peradaban dan tragedi moral kemanusiaan!
Teori dialektika ini diaplikasikan oleh Karl Marx dalam kehidupan sosial politik manusia; terutama dalam merebut dan menguasai sumber daya alam (komuditas ekonomi sebagai prasyarat kehidupan). Perebutan antar kekuatan sosial ialah berwujud polarisasi antar kekuatan yang saling berhadapan untuk menguasai sumber daya alam demi kehidupan. Analog dengan dinamika itu, dalam sosial politik manusia berjuang memperebutkan materi (benda ekonomi, komuditas) yang menjamin hidupnya, maka dalam sosial politik manusia memperebutkan posisi dan kekuasaan. Kekuasaan dalam makna kehidupan nasional dan kenegaraan ialah kemerdekaan, kedaulatan atau politik. Semua potensi yang memperebutkan kekuasaan (politik) berhadapan sebagai lawan antar mereka. Terbentuklah polarisasi: kawan dan lawan.
Semua teori Karl Marx tentang politik ekonomi sudah usang dan batal dalam dunia modern yang didukung teknologi canggih. Artinya, produktivitas ekonomi berlipat ganda bukan hanya oleh tenaga kerja (buruh); melainkan berkat adanya ipteks (berbagai alat teknologi modern yang canggih). Demikianlah budaya modern telah membuktikan kegagalan teori Karl Marx.
 
Karl Marx yang mengutamakan asas dan wawasan sosial ekonomi, dengan kecerdasannya menurunkan (baca: mendegradasi) teori Hegel ---dari langit atau Tuhan, ke bumi, kehidupan manusia---. Karya Marx yang dianggap sebagai doktrin ideologi komunisme, terutama Communist Manifesto (1848) sebagai kritik dan sanggahan atas teori kapitalisme-liberalisme. Kemudian ajarannya tentang komunisme dikembangkan dalam karya Das Kapital (1867) sebagai landasan doktrin dialektika-historis-materialisme ---yang dianggap umum sebagai kitab suci penganut: marxisme-komunisme-atheisme---.
Dalam buku ini Marx mengajarkan asas ekonomi komunisme: “.........material condition of life” and specifically” the mode of production of the material means of exsistence” determine much else in human consciousness of society.” Dalam karya-karyanya Marx mengajarkan bahwa kapitalisme adalah musuh rakyat dan lawan dari komunisme dan sosialisme. Untuk menaklukkan mereka, rakyat (buruh dan proletar) bersatu melalui revolusi. (Edwards 1972 vol. 5 – 6: 171 – 176).
Dilengkapi dengan beberapa karya lain, Karl Marx menulis juga bersama mitranya Frederich Engels (1820 - 1895) sebagai propaganda dan pengkaderan kaum komunis yang bertujuan menggerakkan revolusi untuk merebut kekuasaan di dalam negara yang dianggapnya feodal, kapitalis dan theokratis.    
            Engels adalah sahabat Karl Marx; bahkan dalam berbagai karya mereka selalu dipikirkan bersama. Terutama: The Communist Manifesto (1848).
            Karl Marx terkenal dengan karyanya Das Kapital (1876) sebagai ajaran dasar komunisme. Kemudian, oleh Engels dikembangkan dan diterbitkan Das Kapital (volume 2 dan 3) 1885 dan 1894 sebagai bukti kesetiaannya melanjutkan pemikiran Karl Marx. 
            Asas teori dialektika diadopsi oleh Marx, sebagai dialektika-historis-materialisme. Artinya, seluruh perkembangan alam, makhluk hidup...... termasuk manusia ialah proses dialektika-historis-materialisme. Tiada satu makhlukpun akan dapat bertahan hidup tanpa tersedianya prakondisi hidupnya; berupa: benda-benda yang menjamin hidup...... yakni dalam teori sosial ekonomi ialah benda-benda ekonomi.
Teori kedaulatan Tuhan (theokratisme) dari Hegel, diubah menjadi teori kedaulatan negara (etatisme), yakni pemujaan rakyat warganegara --- penganut marxisme-komunisme-atheisme --- kepada negara yang sesungguhnya adalah pemujaan mereka kepada partai (tunggal) negara, yakni partai komunis ! Jadi, rakyat warganegara telah mengganti pemujaannya dari Tuhan Maha Pencipta (theisme) kepada atheisme (menjadi: negara sebagai puncak kekuasaan partai komunis bangsa itu !).



III     Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI

A. Sistem Filsafat Pancasila
            Filsafat Pancasila memberikan kedudukan tinggi dan mulia atas potensi dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious:
1.   bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I) yang menganugerahkan dan mengamanatkan potensi kepribadian jasmani-rohani sebagai martabat (luhur) kemanusiaan.
b.   manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat (luhur) manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
            Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
            Filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan dari sistem filsafat Timur, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.

B. Sistem Kenegaraan RI
            Dalam perbendaharaan ilmu pengetahuan filsafat, ideologi, politik, dan hukum, kita mengetahui adanya berbagai sistem filsafat yang melahirkan berbagai sistem kenegaraan, seperti : theokratisme, kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunisme-atheisme; zionisme, naziisme, fundamentalisme; dan Pancasila terus berkembang dalam budaya dan peradaban dunia modern.
            Berdasarkan ajaran filsafat Pancasila, terutama tentang kedudukan dan martabat kepribadian manusia, maka oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah  mufakat ditetapkan dan disahkan sistem kenegaraan Indonesia merdeka, sebagai terumus dalam UUD Proklamasi 1945 seutuhnya.   Karenanya, NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45 dapat kita namakan dengan predikat: sebagai sistem kenegaraan Pancasila, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 1945 --- untuk dibandingkan dan dibedakan dengan UUD 45 amandemen, dan atau UUD RI 2002 ---.
            Memahami sistem kenegaraan Pancasila seutuhnya, akan signifikan melalui memahami sejarah Proklamasi dan UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Di dalam Pembukaan UUD negara kita, tentang kedaulatan rakyat, terlukis dalam kutipan berikut:
“......susunan negara Republuk Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Sesungguhnya, rumusan kedaulatan rakyat dalam Pembukaan UUD ini bermakna sebagai asas demokrasi (berdasarkan) Pancasila --- atau sistem demokrasi Pancasila ---. Tegasnya, bukan demokrasi liberal, sebagai mana yang dipraktekkan dalam era reformasi.





















INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

*) =      UUD 45 Amandemen = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)                                    (MNS, 2007)
+ =       UU No. 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi): terutama Pasal 107a  – 107f.
            Sebagai jabaran UUD 45 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (karenanya dapat ditegakkan sebagaimana mestinya).
skema 1
PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAAN SISTEM KEDAULATAN
RAKYAT (DEMOKRASI) MELALUI PEMILU DALAM NKRI
(WAWASAN FILOSOFIS-IDEOLOGIS DAN KONSTITUSIONAL) *

                                                                                       Motto : Politics is power,
                                                                                                       the true power
                                                                                                                  is moral
                                                                                                          (MNS, 1966)

I.   Latar Belakang dan Dasar Pemikiran

Tiap bangsa berbudaya dan beradab menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan suatu sistem filsafat, dan atau sistem ideologi; yang terjabar dan ditegakkan dalam UUD (konstitusi) negara.
Bagaimana identitas dan integritas sistem kenegaraannya itu, memancarkan ajaran dan nilai fundamental sistem filsafat dan atau sistem ideologi negaranya. Identitas, integritas dan keunggulan sistem filsafat dan atau ideologi --- selanjutnya kita namakan ideologi negara --- terpancar dari asas bagaimana bangsa itu menghargai kedudukan, potensi dan martabat manusia sebagai subyek di dalam negara.
Bagaimana manusia mengerti dan menghargai martabat manusia, khasanah ilmu pengetahuan mengajarkan filsafat manusia dan filsafat hak asasi manusia (HAM). Budaya dan kepustakaan modern terutama mengajarkan beberapa sistem filsafat yang membahas ajaran tentang hak asasi manusia --- selanjutnya kita sebut HAM --- ialah ajaran teori hukum alam (Natural Law Theory, atau filsafat hukum alam) sebagai dianut negara-negara Barat modern.
Juga dari dunia Barat lahir ajaran filsafat idealisme murni dari tokoh filosof George Wilhelm Hegel (1770-1831) dengan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme) --- yang kemudian dijiplak oleh Karl Marx (1818-1883) menjadi teori kedaulatan negara, etatisme --- sebagai dianut negara-negara komunis. 
Bagi bangsa Indonesia, kita bersyukur menegakkan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila (dasar negara Pancasila, sebagai ideologi negara) sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
Tantangan bagi bangsa Indonesia, mampukah menegakkan ajaran Pancasila, mulai HAM berdasarkan filsafat Pancasila, demokrasi (berdasarkan Pancasila) dan sosial ekonomi berdasarkan Pancasila dalam globalisasi-liberalisasi dan postmoderenisme yang makin dikendalikan oleh politik supremasi neoimperialisme !  

II.  Dasar-dasar Ajaran Filsafat tentang HAM dan Teori Negara
Sesungguhnya teori negara fokus kepada apa dan bagaimana kekuasaan (kedaulatan) di dalam negara ditegakkan. Bagaimana hakekat kekuasaan atau kedaulatan di dalam negara, ditentukan oleh ajaran filsafat bagaimana kedudukan, potensi dan martabat manusia di dalam kehidupan manusia --- dalam alam, dalam masyarakat dan dalam negara ---. Berkembanglah ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Kemudian, berdasarkan pandangan tentang HAM ini dikembangkan teori negara yang berpusat kepada teori kedaulatan.


*) = Makalah disajikan dalam dialog Forum Komunikasi Eksekutif Mahasiswa FH Se Jawa Timur, 10 Juni 2008 di Kampus Universitas Brawijaya Malang
Kepustakaan filsafat hukum dan teori negara mengakui adanya teori kedaulatan secara filosofis-ideologis tentang teori negara termasuk teori kekuasaan (teori kedaulatan) yang menjadi dasar teori kenegaraan, meliputi : Faham theokratisme : klassik dan modern; ajaran kedaulatan raja; faham teori perjanjian, disebut teori kedaulatan rakyat atau teori hukum alam; faham kedaulatan negara; dan teori kedaulatan hukum (reine Rechtslehre). (MNS, 2007 : 123-125).
Thema pembahasan kita secara ringkas bagaimana kewajiban bangsa melaksanakan pendidikan dan pembudayaan asas kedaulatan rakyat (demokrasi) dalam NKRI berdasarkan wawasan filosofis-ideologis dan konstitusional). Artinya, bangsa Indonesia berkewajiban menegakkan sistem kedaulatan rakyat atau demokrasi --- termasuk melalui pemilu --- berdasarkan budaya, filsafat, ideologi dan moral dasar negara Indonesia. Karena itulah, pra-reformasi kita mempraktekkan demokrasi (berdasarkan) Pancasila. (dalam era reformasi, kita mempraktekkan budaya demokrasi liberal).                  
  1. Ajaran HAM dan Demokrasi di Dunia Modern
Filsafat hukum melalui berbagai tokoh filsafat, mulai Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), juga Baron Charles Louis de Montesquieu (1689-1755), Immanuel Kant (1724-1804); sampai tokoh Adam Smith (1723-1790) sebagai pelopor ideologi Kapitalisme-Liberalisme. (Bodenheimer 1962 : 39-69) mengajarkan mulai pokok-pokok ajaran HAM sampai teori negara; termasuk teori demokrasi. John Locke, Immanuel Kant dan Montesquieu secara terpisah melahirkan teori kenegaraan tentang bagaimana perlunya separation of power (antara : eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang kemudian terkenal dengan nama Trias Politica.
Ajaran HAM mereka dianggap sebagai filsafat teori hukum alam yang mengakui bahwa hak-hak fundamental dan kodrati manusia berupa hak hidup, kemerdekaan dan hak milik (Life, Liberty, Property) adalah anugerah alam bagi manusia sebagai individu. Teori ini melahirkan teori demokrasi dalam makna kedaulatan di dalam negara berasal dari para individu warganegara. Mereka melalui demokrasi (memilih dan dipilih) menetapkan pemimpin sebagai pengelola pemerintahan negara.
Teori mereka juga menjadi landasan negara demokrasi dan negara hukum. Pada prinsipnya ajaran teori hukum alam inilah yang dianut negara-negara Barat modern, dan dikenal sebagai pelopor ideologi kapitalisme-liberalisme. Mereka menegakkan sistem demokrasi liberal dan ekonomi liberal sebagai implementasi asas HAM yang mengakui potensi dan martabat individualitas manusia. Karenanya, ajaran ini ada yang menamakan sebagai faham individualisme dan kapitalisme (materialisme) --- yang menguasai berbagai negara Asia dan Afrika sebagai kolonialisme-imperialisme abad XVI-XXI sekarang (USA dan Sekutunya!)         
Juga adanya ajaran HAM berdasarkan teori Hegel (1770-1831) yang melahirkan ajaran teori kedaulatan Tuhan (theocratisme). Menurut Hegel, HAM adalah bukan untuk manusia sebagai individu, melainkan manusia sebagai kolektif (kolektivitas, masyarakat, negara). Karenanya, kekuasaan atau kedaulatan di dalam negara dipercayakan kepada manusia sebagai kolektivitas (incasu : negara; jadi dinamakan kedaulatan negara). Teori Hegel mengajarkan bahwa kedaulatan negara ditegakkan atas nama kedaulatan Tuhan.
Kemudian, teori Hegel yang theokratis diatas, dijiplak oleh Karl Marx (1818-1883) menjadi teori kedaulatan negara sebagaimana yang dikembangkan oleh ajaran Marxisme-komunisme-atheisme.   
Jadi, berkembanglah teori kedaulatan rakyat (demokrasi), teori kedaulatan negara (etatisme), dan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme)


B.  Politik Supremasi Antar Ideologi Modern
Fenomena dunia modern nampak dalam dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang bermuara politik supremasi antar ideologi --- setelah berakhirnya perang dingin 1950-1990 --- maka USA tampil sebagai negara adidaya tunggal, tiada tanding sebagai supra-neoimperialisme.
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme, kami lukiskan dalam skema 1 (terlampir) 
Skema ini melukiskan adanya perebutan supremasi ideologi ini dapat mengancam integritas nasional NKRI khususnya, dan berbagai negara di Asia umumnya. Khusus dalam NKRI kita lalai, tidak mewaspadai adanya gerakan yang aktif dan sistematis, secara strategis menggerogoti NKRI baik oleh neoliberalisme-neoimperialisme sinergis dengan gerakan neo PKI (KGB) yang makin menggoda dan melanda khususnya NKRI !. 

III     Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI
Ajaran filsafat Pancasila baik sebagai filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist), maupun sebagai dasar negara (filsafat negara, ideologi negara, ideologi nasional) berfungsi sebagai jiwa bangsa dan jati diri nasional. Secara kenegaraan (konstitusional ) nilai Pancasila adalah asas kerohanian bangsa, dan jiwa UUD negara --- in casu UUD Proklamasi 1945, bukan UUD 2002 / Amandemen ---. Karena, UUD amandemen mengalami distorsi filosofis-ideologis --- sehingga melahirkan berbagai kontroversial bahkan degradasi nasional dan degradasi mental dan moral !---. Silahkan, kita mawas diri dengan merenungkan bagaimana integritas nasional dalam tantangan konflik horisontal, praktek negara federal; juga praktek oligarchy, plutocracy, dan anarchisme!  

A.  Ajaran Sistem Filsafat Pancasila tentang HAM
         Filsafat Pancasila memberikan kedudukan tinggi dan mulia atas potensi dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious:
1.   Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I) yang menganugerahkan dan mengamanatkan potensi kepribadian jasmani-rohani sebagai martabat (luhur) kemanusiaan.
b.   Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat (luhur) manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan dari sistem filsafat Timur, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.

B.  Sistem Kenegaraan RI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila
         Dalam perbendaharaan ilmu pengetahuan filsafat, ideologi, politik, dan hukum, kita mengetahui adanya berbagai sistem filsafat yang melahirkan berbagai sistem kenegaraan, seperti : theokratisme, kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunisme-atheisme; zionisme, naziisme, fundamentalisme; dan Pancasila terus berkembang dalam budaya dan peradaban dunia modern.
        Berdasarkan ajaran filsafat Pancasila, terutama tentang kedudukan dan martabat kepribadian manusia, maka oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah  mufakat ditetapkan dan disahkan sistem kenegaraan Indonesia merdeka, sebagai terumus dalam UUD Proklamasi 1945 seutuhnya.   Karenanya, NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45 dapat kita namakan dengan predikat: sebagai sistem kenegaraan Pancasila, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 1945 --- untuk dibandingkan dan dibedakan dengan UUD 45 amandemen, dan atau UUD RI 2002 ---.
         Memahami sistem kenegaraan Pancasila seutuhnya, akan signifikan melalui memahami sejarah Proklamasi dan UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Di dalam Pembukaan UUD negara kita, tentang kedaulatan rakyat, terlukis dalam kutipan berikut:
“......susunan negara Republuk Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Sesungguhnya, rumusan kedaulatan rakyat dalam Pembukaan UUD ini bermakna sebagai asas demokrasi (berdasarkan) Pancasila --- atau sistem demokrasi Pancasila ---. Tegasnya, bukan demokrasi liberal, sebagai mana yang dipraktekkan dalam era reformasi.
Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia. 
Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori oleh Kebangkitan Nasional dan the founding fathers (pendiri negara : PPKI) mengamanatkan bagaimana bangsa Indonesia menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD Proklamasi. Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). 
Untuk lebih memahami asas fundamental ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila --- yang melahirkan NKRI sebagai negara demokrasi dan negara hukum ---, hayati uraian ringkas berikut :
Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia. 
Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori oleh Kebangkitan Nasional dan the founding fathers (pendiri negara : PPKI) mengamanatkan bagaimana bangsa Indonesia menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD Proklamasi. Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). 
Untuk lebih memahami asas fundamental ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila --- yang melahirkan NKRI sebagai negara demokrasi dan negara hukum ---, hayati uraian ringkas berikut :

IV.   Praktek dan Budaya Neoliberalisme Menggoda dan Melanda Dunia
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan nasional, sampai degradasi mental dan moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era reformasi.   
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia masih terhimpit dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan UUD 45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa .... “ dapat terlaksana.
Demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara langsung memilih pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk mewujudkan harapan rakyat ... !
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (konsep : RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak mampu menjangkau.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi bangsa !
Khusus demokrasi liberal dalam praktek Pemilu langsung, misalnya mohon dihayati uraian ringkas berikut :  

1.   Pilkada
Pilkada sebagai praktek demokrasi liberal, juga menghasilkan otoda dalam budaya politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost juga mahal, dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu  (demokrasi palsu). Bagaimana tidak semu ; bila peserta pilkada 3 – 5 paket calon; terpilih dengan jumlah suara sekitar 40%, 35%, 25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini dianggap terpilih sebagai mayoritas. Padahal norma mayoritas di dunia umumnya dengan jumlah 51% !
Sebaliknya, bila diadakan putaran kedua, akan sangat mahal !. Inilah demokrasi liberal yang lebih liberal dari yang berlaku di negara asalnya
2.   Kehidupan multi partai
Sudah amat banyak partai politik supaya rakyat rukun bersatu, masih terjadi konflik internal. Bila parpol kita hargai sebagai upaya persatuan dan kesatuan warga masyarakat; atas nama demokrasi dan HAM kita juga menghargai hak individu atas nama golongan independen untuk tampil dalam pemilu ?
3.  Praktek Otoda yang cenderung mengejar peningkatan PAD, namun bukan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan lebih untuk kepentingan elite dan pejabat. Praktek otoda cenderung menjadi budaya negara federal, mungkin lebih federal dari sistem di Negara aselinya. Perhatikan syarat calon : putera daerah aseli, PNS lokal sulit pindah antar kabupaten/kota.
4.  Kontroversial didaerah bersumber dari kontroversial konstitusional dipusat negara; seperti : bagaimana DPR x DPD; MA x KY; ....
5. Kita terus menikmati euforia reformasi yang memberikan kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, mungkin termasuk kebebasan menikmati rezeki yang lebih (yang seharusnya milik rakyat). Kita menjadi lupa untuk mendidikkan dan membudayakan nilai dasar negara Pancasila supaya generasi penerus mampu tetap menegakkan sistem kenegaraan Pancasila.   
6. Skema 1 mohon dihayati adanya tantangan yang mengancam integritas nasional dan integritas mental-moral Keberagamaan rakyat dan bangsa kita.... yang tergoda dan terlanda dengan budaya sekularisme dan atheisme (yang diperjuangkan oleh neoimperialisme dan neokomunisme!)

Demikian untuk kita renungkan sebagai bagian dari audit nasional atas 10 th kepemimpinan elite reformasi dan bangsa kita berjalan diatas jalan kebebasan atas nama demokrasi dan HAM.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa mengayomi bangsa dan NKRI sebagai bangsa yang ber-Pancasila seutuhnya. Amien.


Malang, 10 Juni 2008
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
                                                                        Ketua



                                                                        Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH









































Kepustakaan
Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan pustaka firdaus).
Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.
_________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Bodenheimer,Edgar, 1962: Jurisprudence The Philosophy and Methods of the law, Massachussetts, Harvard University Press.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, US Departement of Education.   
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd.   
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003)
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.

LAMPIRAN
INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
*) =      UUD 45 Amandemen = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)                                    (MNS, 2007)
+ =       UU No. 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi): terutama Pasal 107a  – 107f.
            Sebagai jabaran UUD 45 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (karenanya dapat ditegakkan sebagaimana mestinya).
skema 1

HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)


 
























            (MNS, 2000: 85 – 98)
skema 2
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL)

 
(MNS, 1983 – 1993; 2003)   

skema 3

Catatan:
Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia, pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia. Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta. dan Maha Berdaulat Jadi, kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56). 


























































Konsep Simpan


II. TEORI NEGARA DAN TEORI KEDAULATAN
      
Ajaran filsafat tentang hakekat manusia, melahirkan teori negara. Teori negara fokus tentang teori kedaulatan; yakni analisa subyek yang berdaulat di dalam negara. Salah satu dari teori kedaulatan --- dalam teori negara --- ialah teori kedaulatan rakyat; yang terkenal dalam istilah demokrasi sinergis.

Secara ringkas, dalam sistem filsafat ada beberapa teori (ajaran) tentang hakekat manusia. Dalam hubungan sub-thema ini, aliran atau sistem filsafat dimaksud meliputi: 1. Ajaran filsafat hukum alam mengakui potensi individu manusia sebagai makhluk alam yang menerima anugerah alam berupa: hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memiliki (life, liberty, and property).  Ajaran ini melahirkan ideologi kapitalisme–liberalisme yang menghargai individualitas manusia, kebebasan/kemerdekaan dan hak pemilikan atas apa yang dikembangkanya dari alam (modal, kapital, kapitalisme). Hak individu dihargai sebagai wujud pribadi merdeka untuk berkembang dalam masyarakat dan negara.
           


A.     Ajaran Ideologi Kapitalisme-Liberalisme
Ideologi ini bersumber dari ajaran filsafat hukum alam, atau dikenal dengan nama Natural Law Theory. Ajaran kapitalisme-liberalisme dikembangkan oleh tokoh pemikirnya, Adam Smith (1723 – 1790). Dia adalah tokoh amat berpengaruh dalam politik ekonomi Barat, yang semula lebih terkenal sebagai ahli filsafat moral, sebagai terbukti dari karyanya: The Theory of Moral Sintements (1759) yang sinergis dengan  psikologi moral.
Kemudian Adam Smith lebih terkenal dengan karyanya: The Wealth of Nations (1776) yang mengajarkan bahwa setiap bangsa memiliki dan mewarisi kekayaan nasional, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun nilai-nilai budaya.

B.     Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia
            Ajaran HAM mengakui potensi, kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), sebagai martabat (pribadi, individu) manusia yang secara kodrati menjadi identitas dan integritas kemanusiaannya. Berdasarkan asas-asas fundamental ini, maka manusia, berkewajiban menghargai dan menjamin HAM sebagai penghormatan atas martabat kepribadian manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum; bahkan dalam budaya dan peradaban secara universal.
            Secara universal diakui kedudukan dan martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: “... these values be democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human dignity as a supervalue . . .” (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant menyatakan: “...that humanity should always be respected as an end itself (Mc Coubrey & White 1996: 84)
            Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 - 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist --yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional--. Demikian pula di Perancis dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nation state)". (Bodenheimer 1962: 71-72)  
            Demikianlah budaya dan peradaban modern mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: “. . . fundamental rights and freedom as highest value as legal.” (Bodenheimer 1962: 149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: “. . . respect to central human values . . .” (1996: 22; 37). 
            Berdasarkan berbagai pandangan filosofis di atas, wajarlah kita bangga dengan filsafat Pancasila yang mengakui asas keseimbangan HAM dan KAM, sekaligus mengakui kepribadian manusia sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral. Ajaran filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa sesungguhnya adalah perwujudan jiwa dan kepribadian (manusia) bangsa Indonesia, sebagai jatidiri nasional.  
            Secara normatif filosofis ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengakui kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal.
Sebagai  integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE 1994: 24-25; 53-55, terutama: "Declaration of independence, Human Rights, E Pluribus Unum, the  American political system, market economy and federalism."
NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45 memiliki integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional: asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral politik yang bermartabat. Asas ini hanya akan tegak oleh dan untuk SDM yang bermartabat.




            Kekayaan nasional berkembang atau menyusut; sebagai proses alamiah yang ditentukan oleh potensi dan kebutuhan warga bangsanya. Bila bangsa itu berkembang dan mampu mengembangkan sumber daya alam dengan menguasai komuditas ekonomi, bangsa itu akan berjaya. Karyanya ini menjadi “landasan dan kitab suci” kaum penganut kapitalisme-liberalisme. Pemikiran Smith dapat juga kita pahami melalui pokok pikiran berikut:   
“Smith percaya bahwa kesejahteraan umum akan terwujud dan terlayani dengan baik berkat adanya kebebasan individu mengusahakan kepentingannya sendiri. Kepentingan individu adalah motivasi untuk mencapai dan melakukan tindakan ekonomi setiap individu senatiasa mengupayakan apa yang terbaik (menguntungkan) bagi dirinya sesuai dengan modal yang dia kuasai (miliki ................................) 
Intending only his own gain, he contributes nonetheless to the general welfare. Thus, the capitalist is “led by an invisible hand to promote an end which was no part of his intention.”
(Edwards 1972, vol. 7 – 8: 461 – 463)

Ajaran kapitalisme-liberalisme menjadi budaya dan peradaban Barat; bahkan sebagai sistem nilai dan budaya (moral) politik Eropa dan Amerika modern. Artinya, kapitalisme-liberalisme menjadi identitas ideologi negara-negara Barat. Dapat juga diartikan bahwa paham individualisme dan liberalisme tegak dalam ajaran HAM berdasarkan teori hukum alam, sebagai dianut kapitalisme-liberalisme dalam politik dan ekonomi. Makin berkembang dengan asas moral sekularisme, pragmatisme dan behaviorisme; karenanya budaya politik mereka bersifat individualisme-kapitalisme (= materialisme) dengan memuja kebebasan (= liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM!
Identitas atau watak individualisme-materialisme berdasarkan liberalisme melahirkan budaya free fight liberalism; yang berpuncak dengan penguasaan kekayaan alam (dan manusia)......... yang dikenal sebagai kolonialisme-imperialisme. Sampai memasuki abad XXI budaya demikian terus memuncak dengan gerakan globalisasi-liberalisasi dalam dinamika postmodernisme......yang sesungguhnya adalah ultra dan neo-imperialisme. Amerika Serikat dan Unie Eropa adalah sekutu untuk merebut supremasi politik dan ekonomi dunia masa depan (dunia modern dan beradab, bahkan PBB menyaksikan tak berdaya penindasan atas Afghanistan, Irak dan ....... masih mengancam Iran dan Korea Utara!) Inilah pembelaan kaum neo-imperialisme atas HAM --- yang HAMPA ! ---  
Renungkan dan hayati apa yang kita saksikan dalam sejarah modern abad XVI sampai abad XX; berlanjut dan berpuncak dalam abad XXI. Kita menyaksikan bagaimana organisasi dunia (UNO/PBB) juga sudah dibawah supremasi USA.









II.  AJARAN KARL MARX (1818 – 1883)

Karl Marx adalah tokoh sosialis revolusioner, ahli teori sosial dan ekonomi. Marx, adalah mahasiswa dari tokoh filsafat idealisme murni, Hegel yang melahirkan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme). Karl Marx kemudian menjiplak teori Hegel menjadi teori marxisme-komunisme-atheisme... yang melahirkan teori kedaulatan negara (etatisme).
Teori dialektika Hegel yang lebih bersifat ide (ideal, pemikiran) sebagai konsepsi dasar pengembangan budaya dan peradaban, sebagai proses perkembangan nilai-nilai ---yang berpuncak kepada nilai Yang Maha Sempurna, ialah Tuhan Yang Maha Esa---. Karenanya, teori Hegel bersifat theisme (theokratisme, religious). Oleh Karl Marx, teori dialektika ini dijiplak sebagai dialektika historis materialisme; bermakna bahwa seluruh wujud kehidupan umat manusia, termasuk makhluk lainnya hanya akan hidup berkat tersedianya materi (= prakondisi dan unsur bahan dasar kehidupan), seperti: tanah, air, dan makanan. Karenanya, terkenal teori hukum alam: bahwa hidup adalah perjuangan; dan hanya yang paling unggul yang mampu bertahan hidup (= life is struggle; survival of the fittest).
Teori dialektika Hegel dipraktekkan oleh Karl Marx sebagai asas dan pola: pertentangan kelas (dialektika). Teori ini berkembang, bahwa dalam masyarakat ada kelas penguasa dan penindas rakyat (warga negara, proletar). Kelas penguasa ini identitak dengan kaum kapitalis, kaum penjajah ---sekalipun komunisme juga membentuk pemerintahan diktatur, otoriter yang dikendalikan partai negara, partai komunis dalam negara itu---. Dengan strategi partai menguasai negara melalui revolusi, rakyat di dalam negara dibedakan: pendukung revolusi (= revolusioner, kaum komunis dan kader-kadernya); berhadapan dengan kaum penentang revolusi (= kontra-revolusi, reaksioner); mereka harus dimusnahkan!
Siapakah yang akan mereka musnahkan? Terutama, kaum feodal, ningrat, kaum modal (kapitalis), umat penganut agama yang berKetuhanan (theisme) yang dianggapnya menentang atheisme! Karenanya, telah terjadi proses revolusi dan penumpasan kaum atau rakyat non-komunis, bahkan juga terjadi pengikisan nilai-nilai budaya dan agama yang dianggap bertentangan dengan paham atau ajaran marxisme-komunisme-atheisme. Bila kondisi itu terjadi, negara dan masyarakat menjadi medan atau kancah revolusi, anarchisme..... yang bermuara sebagai tragedi nasional, tragedi peradaban dan tragedi moral kemanusiaan!
Teori dialektika ini diaplikasikan oleh Karl Marx dalam kehidupan sosial politik manusia; terutama dalam merebut dan menguasai sumber daya alam (komuditas ekonomi sebagai prasyarat kehidupan). Perebutan antar kekuatan sosial ialah berwujud polarisasi antar kekuatan yang saling berhadapan untuk menguasai sumber daya alam demi kehidupan. Analog dengan dinamika itu, dalam sosial politik manusia berjuang memperebutkan materi (benda ekonomi, komuditas) yang menjamin hidupnya, maka dalam sosial politik manusia memperebutkan posisi dan kekuasaan. Kekuasaan dalam makna kehidupan nasional dan kenegaraan ialah kemerdekaan, kedaulatan atau politik. Semua potensi yang memperebutkan kekuasaan (politik) berhadapan sebagai lawan antar mereka. Terbentuklah polarisasi: kawan dan lawan.
Semua teori Karl Marx tentang politik ekonomi sudah usang dan batal dalam dunia modern yang didukung teknologi canggih. Artinya, produktivitas ekonomi berlipat ganda bukan hanya oleh tenaga kerja (buruh); melainkan berkat adanya ipteks (berbagai alat teknologi modern yang canggih). Demikianlah budaya modern telah membuktikan kegagalan teori Karl Marx.
 
Karl Marx yang mengutamakan asas dan wawasan sosial ekonomi, dengan kecerdasannya menurunkan (baca: mendegradasi) teori Hegel ---dari langit atau Tuhan, ke bumi, kehidupan manusia---. Karya Marx yang dianggap sebagai doktrin ideologi komunisme, terutama Communist Manifesto (1848) sebagai kritik dan sanggahan atas teori kapitalisme-liberalisme. Kemudian ajarannya tentang komunisme dikembangkan dalam karya Das Kapital (1867) sebagai landasan doktrin dialektika-historis-materialisme ---yang dianggap umum sebagai kitab suci penganut: marxisme-komunisme-atheisme---.
Dalam buku ini Marx mengajarkan asas ekonomi komunisme: “.........material condition of life” and specifically” the mode of production of the material means of exsistence” determine much else in human consciousness of society.” Dalam karya-karyanya Marx mengajarkan bahwa kapitalisme adalah musuh rakyat dan lawan dari komunisme dan sosialisme. Untuk menaklukkan mereka, rakyat (buruh dan proletar) bersatu melalui revolusi. (Edwards 1972 vol. 5 – 6: 171 – 176).
Dilengkapi dengan beberapa karya lain, Karl Marx menulis juga bersama mitranya Frederich Engels (1820 - 1895) sebagai propaganda dan pengkaderan kaum komunis yang bertujuan menggerakkan revolusi untuk merebut kekuasaan di dalam negara yang dianggapnya feodal, kapitalis dan theokratis.    
            Engels adalah sahabat Karl Marx; bahkan dalam berbagai karya mereka selalu dipikirkan bersama. Terutama: The Communist Manifesto (1848).
            Karl Marx terkenal dengan karyanya Das Kapital (1876) sebagai ajaran dasar komunisme. Kemudian, oleh Engels dikembangkan dan diterbitkan Das Kapital (volume 2 dan 3) 1885 dan 1894 sebagai bukti kesetiaannya melanjutkan pemikiran Karl Marx. 
            Asas teori dialektika diadopsi oleh Marx, sebagai dialektika-historis-materialisme. Artinya, seluruh perkembangan alam, makhluk hidup...... termasuk manusia ialah proses dialektika-historis-materialisme. Tiada satu makhlukpun akan dapat bertahan hidup tanpa tersedianya prakondisi hidupnya; berupa: benda-benda yang menjamin hidup...... yakni dalam teori sosial ekonomi ialah benda-benda ekonomi.
Teori kedaulatan Tuhan (theokratisme) dari Hegel, diubah menjadi teori kedaulatan negara (etatisme), yakni pemujaan rakyat warganegara --- penganut marxisme-komunisme-atheisme --- kepada negara yang sesungguhnya adalah pemujaan mereka kepada partai (tunggal) negara, yakni partai komunis ! Jadi, rakyat warganegara telah mengganti pemujaannya dari Tuhan Maha Pencipta (theisme) kepada atheisme (menjadi: negara sebagai puncak kekuasaan partai komunis bangsa itu !).



III     Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI

A. Sistem Filsafat Pancasila
            Filsafat Pancasila memberikan kedudukan tinggi dan mulia atas potensi dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious:
1.   bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I) yang menganugerahkan dan mengamanatkan potensi kepribadian jasmani-rohani sebagai martabat (luhur) kemanusiaan.
b.   manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat (luhur) manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
            Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
            Filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan dari sistem filsafat Timur, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia.

B. Sistem Kenegaraan RI
            Dalam perbendaharaan ilmu pengetahuan filsafat, ideologi, politik, dan hukum, kita mengetahui adanya berbagai sistem filsafat yang melahirkan berbagai sistem kenegaraan, seperti : theokratisme, kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunisme-atheisme; zionisme, naziisme, fundamentalisme; dan Pancasila terus berkembang dalam budaya dan peradaban dunia modern.
            Berdasarkan ajaran filsafat Pancasila, terutama tentang kedudukan dan martabat kepribadian manusia, maka oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah  mufakat ditetapkan dan disahkan sistem kenegaraan Indonesia merdeka, sebagai terumus dalam UUD Proklamasi 1945 seutuhnya.   Karenanya, NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45 dapat kita namakan dengan predikat: sebagai sistem kenegaraan Pancasila, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 1945 --- untuk dibandingkan dan dibedakan dengan UUD 45 amandemen, dan atau UUD RI 2002 ---.
            Memahami sistem kenegaraan Pancasila seutuhnya, akan signifikan melalui memahami sejarah Proklamasi dan UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Di dalam Pembukaan UUD negara kita, tentang kedaulatan rakyat, terlukis dalam kutipan berikut:
“......susunan negara Republuk Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Sesungguhnya, rumusan kedaulatan rakyat dalam Pembukaan UUD ini bermakna sebagai asas demokrasi (berdasarkan) Pancasila --- atau sistem demokrasi Pancasila ---. Tegasnya, bukan demokrasi liberal, sebagai mana yang dipraktekkan dalam era reformasi.





















INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

*) =      UUD 45 Amandemen = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)                                    (MNS, 2007)
+ =       UU No. 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi): terutama Pasal 107a  – 107f.
            Sebagai jabaran UUD 45 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (karenanya dapat ditegakkan sebagaimana mestinya).
skema 1

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino Resort Welcomes COVID-19 End Of
    Harrah's Cherokee 순천 출장마사지 Casino Resort Welcomes COVID-19 End Of 상주 출장마사지 Operation 용인 출장마사지 In 부천 출장샵 Cherokee. The 양주 출장샵 casino, owned by the Eastern Band of Cherokee Indians,

    BalasHapus